-->
8 Tarian Tradisional Daerah Sumatera Utara Yang Terkenal

8 Tarian Tradisional Daerah Sumatera Utara Yang Terkenal

Tor-tor Tujuh Cawan/Tor Tor Sipitu Cawan

Tor-tor Tujuh Cawan
Tor-tor Tujuh Cawan
Tor Tor Sipitu Cawan adalah salah satu jenis tari tor tor yang berasal dari budaya masyarakat Batak di Sumatera Utara. Tarian ini sedikit berbeda dengan tari tor tor yang sering kita lihat. Tari Tor Tor Sipitu Cawan ini biasanya dibawakan oleh para penari wanita dengan membawa beberapa cawan yang ditaruh di bagian badan sebagai ciri khas dan property menarinya.

Tari Tor Tor Sipitu Cawan difungsikan sebagai media pembersihan diri maupun tempat tarian itu ditampilkan. Hal ini dikarenakan cawan yang berisi air perasan jeruk purut yang dibawa penari diyakini dapat membersihkan serta menjauhkan dari hal-hal buruk dan jahat. Oleh karena itu juga tarian ini dianggap sakral dan suci sehingga tidak bisa ditampilkan sembarangan. Tari Tor Tor Sipitu Cawan ini biasanya hanya ditampilkan pada acara-acara tertentu saja, seperti pengukuhan raja, ritual adat, dan berbagai acara suci lainnya.
 Bantu support channel saya ya gan!

Tari Tor Tor Sipitu Cawan ini tentu memiliki makna serta arti khusus di dalamnya, terutama pada segi gerak dan property yang digunakan untuk menari. Menurut budaya masyarakat Batak, setiap cawan yang digunakan para penari mewakili prinsip hidup masyarakat Batak. Begitu juga setiap gerakan dalam tarian ini juga memiliki nilai-nilai serta filosofi tersendiri yang mewakili budaya masyarakat di sana.

Tor Tor Sipitu Cawan mengandung arti pada setiap cawannya. Untuk cawan satu mengandung makna kebijakan, cawan dua kesucian, cawan tiga kekuatan, cawan empat tatanan hidup, cawan lima hukum, cawan enam adat dan budaya, cawan tujuh penyucian atau pengobatan. Kegunaan lain dari tarian ini adalah untuk membuang semua penghalang bagi orang yang hadir disitu, tentunya bagi yang percaya. Biasanya manusia punya kegagalan karna ada penghalang bawaan dari lahir, karma, guna-guna, atau akibat perbuatan sendiri.

Tari tor tor dibagi ke dalam 3 peruntukan, yaitu tor tor pangurason, tor tor sipitu cawan, dan tor tor tunggal panaluan.
  • Tor Tor Pangurason (pembersihan) adalah tari tor tor yang dilaksanakan sebelum pesta besar sebagai saran pembersihan dan permohonan agar pesta dapat berjalan tanpa aral dan rintangan.
  • Tor Tor Sipitu Cawan (Tujuh Cawan) adalah tari tor tor yang dipentaskan dalam acara penobatan raja Batak. Jenis tari tor tor ini merupakan sendratari yang mengisahkan turunnya 7 putri kahyangan ke Gunung Pusuk Bukhit untuk mandi.
  • Tor Tor Tunggal Panaluan adalah tari tor tor yang dipentaskan para dukun dalam upacara ritual yang digelar setelah sebuah desa terkena musibah. Jenis tor tor ini merupakan sarana permohonan petunjuk atas musibah yang telah dihadapi.
Pertunjukan tari tor tor diiringi dengan tetabuhan seperangkat alat musik tradisional Sumatera Utara yang bernama Mangondangi. Mangondangi terdiri dari 9 buah gondang, tagading, terompet khas batak, suling, sarune kalee, hesek, odap gordang, ogung, doal, oloan, dan panggora. Semua alat musik ini dimainkan senada seirama seperti paduan sebuah orkestra.

Tari Piso Surit
 
Tari Piso Surit
Tari Piso Surit
Tari Piso Surit adalah salah satu tarian tradisional masyarakat suku Batak Karo di Sumatera Utara. Tarian ini termasuk tarian selamat datang yang biasanya ditampilkan secara berkelompok oleh para penari pria dan wanita. Tari Piso Surit ini merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di Sumatera Utara, terutama di daerah Karo sebagai daerah asalnya.

Tidak banyak sumber yang menjelaskan tentang asal mula dan sejarah Tari Piso Surit ini, sehingga masih belum bisa diketahui secara pasti. Namun dari beberapa sumber yang ada, Tari Piso Surit ini merupakan tarian yang tumbuh dan berkembang di masyarakat suku Batak Karo di Sumatera Utara. Nama tarian ini diambil dari kata “peso surit” yang dalam masyarakat Batak Karo merupakan sejenis burung yang suka bernyanyi.

Tari Piso Surit ini merupakan jenis tarian selamat datang atau tari penyambutan. Sehingga tarian ini lebih difungsikan sebagai tarian untuk menyambut tamu agung atau tamu kehormatan yang datang. Apabila dilihat dari gerakannya, Tari Piso Surit ini menggambarkan seseorang yang menantikan kedatangan kekasihnya. Penantian tersebut digambarkan bagaikan seekor burung piso surit yang berbunyi seakan memanggil-manggil.

Dalam pertunjukannya, Tari Piso Surit biasanya diiringi oleh alunan musik tradisional seperti gong, kecapi dan gedang khas Karo. Sedangkan irama yang dimaikan merupakan lagu “piso surit” yang menjadi ciri khasnya. Irama lagu piso surit ini cenderung memiliki tempo yang lambat, sehingga sangat sesuai dengan garakan dalam tarian tersebut.

Tarian Gundala-Gundala

Tarian Gundala-Gundala
Tarian gundala-gundala adalah tarian tradisional masyarakat suku Batak Karo, Sumatera Utara. Tarian ini bertujuan untuk memanggil hujan atau dalam bahasa Batak disebut Ndilo Wari Udan. Tarian ini lahir dari sebuah legenda di tanah Karo.

Pada zaman dahulu ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang Raja bernama Sibayak. Suatu hari sang raja bertemu makhluk berkekuatan ghaib jelmaan dari seorang petapa sakti berbentuk seekor burung raksasa yang bernama Gurda-gurdi. Lalu Raja Sibayak membawa pulang Gurda-gurdi dan menjadikannya sebagai penjaga putrinya.

Kekuatan Gurda-gurdi terletak pada paruhnya Oleh sebab itu ada larangan yang menyatakan bahwa paruhnya tidak boleh disentuh oleh siapapun. Suatu ketika paruh tesebut tersentuh oleh sang putri. Gurda-gurdi pun menjadi marah dan memberontak. Melihat kejadian itu, Raja Sibayak mengutus pasukannya untuk menyerang Gurda-gurdi. Hingga akhirnya Gurda-gurdi itu pun meninggal.

Hal ini membuat masyarakat Karo bersedih dan merasa kehilangan sosok Gurda-gurdi, karena sesungguhnya ini semua terjadi hanya karena kesalahpahaman saja. Masyarakat menangis hingga turun hujan. Seolah menandakan bahwa langit pun ikut berduka ataskepergian Gurda-gurdi. Sejak itulah lahir tarian Gundala-gundala. Tarian ini mengisahkan hidup Gurda-gurdi sekaligus tarian pemanggil hujan.  Para penari gundala-gundala menggunakan jubah dan topeng yang terbuat dari kayu.

Tarian ini sampai sekarang masih sering dilakukan oleh masyarakat di desa Seberaya, Tanah Karo. Apalagi ketika musim kemarau berkepanjangan, tarian ini dilakukan agar hujan turun.

Tari Endeng-Endeng

Tari Endeng-Endeng
Tari Endeng-Endeng
Endeng-endeng dapat dikategorikan sebuah perpaduan tarian dan pencak silat. Tradisi ini lazimnya dilakukan masyarakat yang sedang menggelar pesta khitanan (sunat rasul) atau malam pesta perkawinan oleh masyarakat. Tari ini menggambarkan semangat dan ekspresi gembira masyarakat sehari- hari. Tari endeng-endeng merupan tari tradisi yang berasal dari daerah Tapanuli Selatan.

Waktu menyajikan tari Endeng-endeng terbagi dua, yaitu pada waktu malam hari setelah acara kenduri (sukuran), dan siang hari dilakukan setelah acara Mengupah-upah, hingga selesai. Pelaksanaan tari ini berakhir ketika seluruh rangkaian sistem kekerabatan selesai menari. Cara menyajikan tari Endeng-endeng pada malam hari dan siang hari adalah sama, sesuai urutan dalam sistem kekerabatan.

Perbedaan terletak pada urutan acara, yaitu jika malam hari dilakukan sebelum kenduri setelah acara tepung tawar, sedangkan pada siang hari dilakukan setelah acara mengupah-upah. Gerak yang dilakukan oleh seluruh pihak dalam sistem kekerabatan adalah sama yaitu, gerak telapak tangan membuka dan menutup serta memggenggem. Instrument musik yang digunakan sebagai iringan adalah perpaduan dari alat musik etnis Melayu yaitu gendang Pak pung dan Rebana dengan keyboard, drum dan gitar.

Tari Inang/Tari Lenggok Mak Inang

Tari Inang/Tari Lenggok Mak Inang
Tari Inang/Tari Lenggok Mak Inang
Tari Lenggok Mak Inang merupakan salah satu tari tradisional Melayu dari Sumatra Utara. Jumlah penari dalam tarian ini ada dua orang, yakni laki-laki dan perempuan. Tari Lenggok Mak Inang menceritakan pertemuan antara bujang dan dara, perjalinan kasih mereka, hingga akhirnya pasangan itu melangsungkan pernikahan. Seiring dengan perkembangan zaman, tarian ini telah mengalami perubahan, namun beberapa gerakan dasar tarian masih dipertahankan. Hal ini demi menjaga maksud dan pesan yang ingin disampaikan.

Tari Lenggok Mak Inang menggunakan tempo sedang, yaitu 2/4. Tempo ini disebut tempo rumba atau mambo yang di kalangan orang-orang Melayu disebut tempo Mak Inang. Tari Lenggok Mak Inang terdiri dari empat ragam di mana setiap ragam terdiri dari 8x8. Tiap-tiap ragam dibagi menjadi dua bagian, yang masing-masing bagian 4x8. Bagian kedua dari ragam-ragam tersebut merupakan pengulangan bagian pertama.

Masyarakat Melayu di Sumatra Utara biasanya mementaskan tarian ini dalam berbagai upacara dan acara-acara yang melibatkan banyak orang. Bagi masyarakat Melayu menyelenggarakan kenduri besar atau pesta panen setelah menuai padi menjadi suatu budaya yang berkesinambungan. Acara ini menjadi ajang berkumpul semua orang kampung, termasuk juga lajang dan dara yang sedang dalam proses mencari pasangan hidup. Proses pencarian jodoh dalam bingkai kearifan Melayu tersebut kemudian menjadi inspirasi dalam gerakan-gerakan Tari Lenggok Mak Inang.

Beberapa lagu dan musik Melayu menjadi pengiring Tari Lenggok Mak Inang, beberapa lagu yang dapat mengiringi tarian ini, yaitu Lagu Mak Inang Kampung, Seringgit Dua Kupang, Mak Inang Hang Tuah, dan beberapa lagu lain yang mempunyai tempo sama dengan lagu-lagu tersebut.

Tari Balanse Madam 

Tari Balanse Madam
Tari Balanse Madam 
Tari Balanse Madam tarian tradisional yang merupakan warisan budaya di Suku Nias Kota Padang. Tarian ini terwariskan secara turun temurun sebagai seni tari tradisi Suku Nias. Tari Balanse Madam dan musik Gamad tidak terlepas dari Pengaruh bangsa Portugis di abad enam belas yang singgah di di kota Padang.

Tari Balanese Madam adalah sebuah karya seni yang lahir melalui akulturasi seni sosial dan budaya dari kedua suku bangsa tersebut. Tarian yang sejenis pergaulan yang diperkenalkan oleh bangsa portugis kepada orang Nias berupa tarian adalah tarian dansa. Tarian bangsa Portugis yang dikenalkan kepada orang Nias hingga akhirnya orang Nias mengembangkan dan mempelajari melalui suatu proses dan adopsi dengan proses transformasi Imajiner.

Transformasi imajiner yang dilakukan oleh para seniman Nias tersebut dengan melalui pengembangan pola gerak tari pergaulan seperti pola gerak dansa Portugis dengan desain tari berpasangan dan pola lantai yang melingkar. Pola gerak- gerak yang dipelajari oleh orang Nias akhirnya dibawa oleh orang Nias ke kampung halaman seperti Maeno dan Hiwo yang dikombinasikan dengan gerakan tari Melayu.

Setelah itu akhirnya tari Balanse diperkenalkan dari satu suku ke suku yang lain dan dari marga satu ke marga yang lain melalui peristiwa adat. Tarian pertama belum tersaji secara sempurna karena bersifat spontan yang disebabkan dari masing - masing suku memiliki gaya menarikan tersendiri, sehingga diambil kesepakatan bahwa tari Balenese tari tradisional Masyarakat Nias.

Tari Balanse Madam ditampilkan dalam pertunjukan pesta perkawinan, pengangkatan penghulu atau tetua adat dan juga acara adat lainya. Sedangkan musik tari Balanse madam adalah set drum dan simbal, sedangkan musik pengiringnya adalah akordion, biola dan alat tiup. Pertunjukan tari Balanse madam secara keseluruhan diiringi dengan orkes musik Gamad sebuah bentuk kesenian musik yang dimiliki oleh suku Nias.

Waktu pementasan tari Balanse Madam ini dapat dilakukan malam atau siang hari dan disesuaikan dengan kebutuhan dan juga dapat ditampilkan ditempat terbuka atau tertutup. Tarian ini dilakukan oleh orang yang berkeluarga seorang suami atau seorang istri. Jadi, tari balanse madam bukanlah tarian yang dapat dilakukan oleh semua orang.

Tari Toping-toping

Tari Toping-toping
Tari Toping-toping
Tari Toping - toping merupakan tarian tradisional yang berasal dari suku Batak Simalungun sebuah kabupaten yang terdapat di Sumatera Utara. Tari ini ditampilkan dalam upacara duka cita yang terdapat di kalangan kerajaan.Simalungun dikenal memiliki empat marga asli Simalungun yang dikenal dengan istilah Sisadapur yaitu sinaga, Damanik, Saragih dan Purba. Empat Marga tersebut adalah kerajaan besar yang ada pada zaman dulu kala.

Properti tari yang digunakan pada pertunjukan tari Toping- toping ini  dari tiga simbol utama yang bermakna dan memiliki nilai tersendiri, yaitu :
  • Topeng Dalahi berupa topeng yang menyerupai pria yang dikenakan oleh penari pria.
  • Topeng Daboru berupa topeng menyerupai wajah perempuan sama dengan topeng dalahi, dan topeng ini dipakai oleh seorang perempuan.
  • Huda- Huda adalah topeng berupa parung burung Enggang yang tersusun dari jalinan kain. Huda Huda dipercaya mengantar roh yang sudah meninggal ke hadapan Dibata.
Pertunjukan ritual Toping toping ini diawali dengan tetabuhan alat musik tradisional Simalungun dengan berbagai ritme kemudian Topeng Dalahi dan topeng diboru menari memasuki arena dengan busana yang berbeda.Kemampuan bernyanyi dalam tarian Toping - toping ini biasanya membuat para penonton meneteskan air mata karena nyanyian yang menyayat hati. Nyanyian tersebut hampir mirip dengan nyinden yang terdapat pada pertunjukan musik tradisional di Jawa.

Tari Serampang Dua Belas

Tari Serampang Dua Belas
Tari Serampang Dua Belas
Tari serampang dua belas adalah tari yang berasal dari daerah Kabupaten Serdang Bedagai (dulu: Deli Serdang), Sumatera Utara. Tari ini diciptakan oleh Sauti, seorang seniman tanah Deli pada tahun 1940-an. Tari yang asal usul dan awalnya bernama tari Pulau Sari ini mengalami arasemen gerakan di tahun 1950-an.

Tari serampang dua belas adalah sebuah tari kolosal yang menceritakan sebuah perjalanan sepasang bujang gadis dalam menemukan cinta sejatinya. Pada awalnya ia hanya boleh dimainkan para pria saja, namun seiring perkembangan zaman para wanita pun akhirnya diizinkan untuk ikut menarikan tarian yang penuh makna dan filosofi ini.

Tarian ini bisa dimainkan dalam berbagai kesempatan, baik ketika ada hajatan di kampung, dalam acara resmi kenegaraan, hingga dalam festival-festival kesenian. Bukan hanya di Kabupaten Serdang Bedagai, tari serampang dua belas saat ini juga sering dipertunjukan oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, seperti Jambi, Riau, Kalimantan, Sulawesi, hingga Maluku.

Secara umum, gerakan tari serampang dua belas memiliki kekhasan tersendiri dibanding jenis tari adat lainnya di nusantara. Tarian yang diiringi dengan musik tradisional ini, dari gerakan yang ditampilkan sebetulnya merupakan satu keseluruhan cerita tentang pertemuan seorang bujang dan gadis, rangkaian kisah cinta, hingga prosesi pernikahan.

Sesuai dengan namanya, tari serampang dua belas terbagi menjadi 12 gerakan tari yang dilakukan secara berkesinambungan.

Semoga bermanfaat, salam blogger !
Disqus
Pilih Sistem Komentar

No comments